Jika membicarakan kebahagiaan, tentu kita ingat juga kata cinta. Sebab kebahagiaan identik dengan keberadaan cinta. Kita harus
mengetahui diri sendiri, apa yang membuat kita merasa bahagia. Sebab, kebahagiaan harus kita sendiri yang membuat, bukan kita yang mencarinya.
Pabrik kebahagiaan berada di dalam sanubari kita sendiri. Percuma Anda pergi ke ujung dunia untuk mencari kebahagiaan. Kebahagiaan tak akan Anda dapatkan di mana pun, kecuali Anda yang membuat diri berbahagia di mana pun dan kapan pun.
Faktor yang paling penting untuk membuat kita tetap sehat, sejahtera, dan bahagia, adalah mencintai dan merasa dicintai.
Bersikaplah realitis dan rencanakan sejumlah mukjizat untuk diri sendiri dan merasakan kebahagiaan itu datang dan terjadi pada kita, sebab cinta itu perlu keutuhan tubuh, pikiran, dan jiwa.
Cinta seperti segala sesuatu lainnya adalah sebuah pilihan.
Pada setiap saat dalam perjumpaan dengan orang lain, atau dalam setiap pikiran tentang diri kita sendiri, kita memiliki suatu
pilihan: entah untuk menghakimi atau coba untuk mengerti terhadap apa yang sedang dihadapi, yang harus dijalani, dan yang akan
direncanakan.
Energi Cinta
Cinta adalah energi. Rasakan energi itu mengalir ke dalam bagian tubuh kita, maka kita merasakan satu kehangatan, kedamaian, dan kebahagiaan, memasuki tubuh dan sanubari.
Dan energi cinta itu tidak harus selalu kita dapatkan dari luar. Justru yang paling manjur adalah cinta yang dihasilkan dari diri
kita sendiri.
Dengan mencintai dan jujur pada diri kita sendiri tentang arti cinta, maka kita tidak akan menyia- nyiakan cinta yang sudah ada dan ber- tumbuh dalam diri kita. Itulah awal pabrik kebahagiaan berproduksi dalam hati.
Sering terjadi pada banyak pasangan yang menyia-nyiakan perasaan cinta, yang tadinya menjadi suatu awal untuk keputusan hidup bersama. Kita sering lengah untuk memelihara cinta tersebut.
Cinta yang dalam adalah dalam bentuk kasih sayang yang bisa kita ibaratkan seperti sebuah otot dalam tubuh kita, semakin dilatih dan dipelihara, maka akan jadi semakin kuat dan semakin bermanfaat untuk melancarkan gerakan dalam hidup.
Pada saat cinta mulai memudar dan perlahan tapi pasti kasih sayang terhadap pasangan mulai menghilang, maka kita baru sadar bahwa selama ini kita tidak menghargai keberadan cinta pasangan kita.
Di saat kita memiliki penuh, justru kita sia-siakan! Tetapi, di saat kita mulai merasa terancam kehilangan, kita berusaha mati-matian untuk mendapatkan pengakuan bahwa dia harus tetap menjadi milik kita!
Sayangnya, dalam berjuang mempertahankan atau mencoba mengembalikan cinta pasangan, yang banyak terjadi adalah kita tidak kembali merebut cinta dengan cinta. Kita salah langkah, salah bertindak, juga salah mengadaptasikan kembali cinta itu pada keharmonisan hubungan.
Maka, yang terjadi adalah cinta semakin jauh untuk dikembalikan, semakin jauh untuk diraih, karena kita membuat hubungan menjadi semakin membara dengan argumentasi yang mau menang sendiri, dengan amarah yang panas dan membuat cinta menjadi hanya legenda yang pernah ada dalam hubungan sebagai pasangan. Cinta musnah dibakar api amarah dan cemburu.
Mudah Sirna
Kenapa cinta yang membawa kebahagiaan pada pasangan menjadi begitu mudah sirna? Cinta yang demikian cepat pudar dan akhirnya lenyap dimakan waktu, antara lain adalah cinta yang diawali kata “karena” atau kata “kalau”.
Cinta bisa abadi dan penuh toleransi jika sudah melebur dan berubah menjadi cinta dimulai dengan kata “walau” atau “walaupun”.
Contoh cinta yang diawali kata “karena” adalah “Karena kamu cantik, maka aku mencintaimu! ” Kemudian, “Karena kamu seorang direktur, maka saya mencintaimu! ”
Lalu, contoh cinta yang diawali kata “kalau” adalah “Kalau kamu cinta saya, maka kamu seharusnya memenuhi kebutuhan saya!”
atau “Kalau kamu cinta saya, maka kamu selalu memperhatikan saya!”
Nah, bandingkan bunyi kalimat cinta yang diawali kata “walau”.
“Walaupun hidup kita kekurangan, tetapi saya tetap mencintaimu! ”
Begitu juga dengan, “Walau kamu sekarang di-PHK, saya tetap mencintaimu! ” atau “Walau sekarang kulitmu sudah keriput, aku tetap mencintaimu! ”
Banyaknya pasangan yang membekali diri untuk hidup bersama dengan cinta berawalan “karena” dan “kalau”, maka keluhan yang paling sering terdengar dalam ruang konsultasi adalah “serumah, tapi terasa asing” dan “setempat tidur, tapi tidak tertarik lagi”.
Cinta “karena” dan cinta “kalau” mudah pudar dan luntur. Berbeda dengan cinta “walau” yang penuh toleransi, penuh pengertian, bahkan penuh maaf atas apa yang terjadi pada pasangan kita.
Kita mampu berkata, “Walau kamu menyakiti saya, tetapi saya tetap menyayangimu. ”
Pilihan ada pada diri kita sendiri, mau berbahagia ya berusahalah dan berjuanglah dalam membuat kebahagiaan itu di sanubari kita.
Sebab, kebahagiaan itu merupakan energi yang menular. Kita tidak bisa membuat orang di lingkungan kita berbahagia, tanpa diri kita sendiri bahagia.
Bagaimana kita mau membuat orang di sekitar tersenyum, jika kita sendiri tidak mampu tersenyum karena hati penuh energi busuk yang dihasilkan dari amarah, rasa benci, jengkel dan merasa dipermainkan, dan sebagainya?
Sumber: dari internet