Selasa, 14 April 2009

Hasrat, Komitmen dan Keberanian

http://renungan-indah.blogspot.com

Namanya Hani. Hani Irmawati. Ia adalah gadis pemalu, berusia 17 tahun. Tinggal di rumah berkamar dua bersama dua saudara dan orangtuanya. Ayahnya adalah penjaga gedung dan ibunya pembantu rumah tangga. Pendapatan tahunan mereka, tidak setara dengan biaya kuliah sebulan di Amerika.

Pada suatu hari, dengan baju lusuh, ia berdiri sendirian di tempat parkir sebuah sekolah internasional. Sekolah itu mahal, dan tidak menerima murid Indonesia. Ia menghampiri seorang guru yang mengajar bahasa Inggris di sana. Sebuah tindakan yang membutuhkan keberanian besar untuk ukuran gadis Indonesia.

“Aku ingin kuliah di Amerika,” tuturnya, terdengar hampir tak masuk akal. Membuat sang guru tercengang, ingin menangis mendengar impian gadis belia yang bagai pungguk merindukan bulan.

Untuk beberapa bulan berikutnya, Hani bangun setiap pagi pada pukul lima dan naik bis kota ke SMU-nya. Selama satu jam perjalanan itu, ia belajar untuk pelajaran biasa dan menyiapkan tambahan pelajaran bahasa Inggris yang didapatnya dari sang guru sekolah internasional itu sehari sebelumnya. Lalu pada jam empat sore, ia tiba di kelas sang guru. Lelah, tapi siap belajar.

“Ia belajar lebih giat daripada kebanyakan siswa ekspatriatku yang kaya-kaya,” tutur sang guru. “Semangat Hani meningkat seiring dengan meningkatnya kemampuan bahasanya, tetapi aku makin patah semangat.”

Hani tak mungkin memenuhi syarat untuk mendapatkan beasiswa dari universitas besar di Amerika. Ia belum pernah memimpin klub atau organisasi, karena di sekolahnya tak ada hal-hal seperti itu. Ia tak memiliki pembimbing dan nilai tes standar yang mengesankan, karena tes semacam itu tak ada.

Namun, Hani memiliki tekad lebih kuat daripada murid mana pun.

“Maukah Anda mengirimkan namaku?” pintanya untuk didaftarkan sebagai
penerima beasiswa.

“Aku tak tega menolak. Aku mengisi pendaftaran, mengisi setiap titik-titik
dengan kebenaran yang menyakitkan tentang kehidupan akademisnya, tetapi juga
dengan pujianku tentang keberanian dan kegigihannya,” ujar sang guru.

“Kurekatkan amplop itu dan mengatakan kepada Hani bahwa peluangnya untuk
diterima itu tipis, mungkin nihil.”

Pada minggu-minggu berikutnya, Hani meningkatkan pelajarannya dalam bahasa
Inggris. Seluruh tes komputerisasi menjadi tantangan besar bagi seseorang
yang belum pernah menyentuh komputer. Selama dua minggu ia belajar
bagian-bagian komputer dan cara kerjanya.

Lalu, tepat sebelum Hani ke Jakarta untuk mengambil TOEFL, ia menerima surat
dari asosiasi beasiswa itu.

“Inilah saat yang kejam. Penolakan,” pikir sang guru.

Sebagai upaya mencoba mempersiapkannya untuk menghadapi kekecewaan, sang
guru lalu membuka surat dan mulai membacakannya: Ia diterima! Hani diterima
….

“Akhirnya aku menyadari bahwa akulah yang baru memahami sesuatu yang sudah
diketahui Hani sejak awal: bukan kecerdasan saja yang membawa sukses, tapi
juga hasrat untuk sukses, komitmen untuk bekerja keras, dan keberanian untuk
percaya akan dirimu sendiri,” tutur sang guru menutup kisahnya.

Kisah Hani ini diungkap oleh sang guru bahasa Inggris itu, Jamie Winship,
dan dimuat di buku “Chicken Soup for the College Soul”, yang edisi
Indonesianya telah diterbitkan.

Tentu kisah ini tidak dipandang sebagai kisah biasa oleh Jack Canfield, Mark
Victor Hansen, Kimberly Kirberger, dan Dan Clark. Ia terpilih diantara lebih
dari delapan ribu kisah lainnya. Namun, bukan ini yang membuatnya istimewa.

Yang istimewa, Hani menampilkan sosoknya yang berbeda. Ia punya tekad. Tekad
untuk maju. Maka, sebagaimana diucapkan Tommy Lasorda, “Perbedaan antara
yang mustahil dan yang tidak mustahil terletak pada tekad seseorang.”

Anda memilikinya?

Sumber: dari internet

Senin, 13 April 2009

Kegagalan adalah Ibu Kandung dari Kesuksesan

http://renungan-indah.blogspot.com
Dalam mengembangkan usaha bisnis atau karir yang sedang kita perjuangkan, sudah sewajarnya kita berharap semua bisa berjalan lancar tanpa hambatan dan kesulitan yang berarti, tetapi dalam proses perjalanannya tidak jarang kita dihadapkan pada kondisi sulit yang muncul silih berganti.

Saat kondisi sulit menghadang kita, tidak perlu ditanggapi dengan sikap pesimis dan terbeban. Perlu kita yakini dan kita sadari bahwa di setiap kesulitan yang mampu kita atasi, maka bersamaan itu pula akan muncul kesempatan baru yang memungkinkan kita melanjutkan dan memperjuangkan usaha kita hingga mencapai kesuksesan.

Tetapi di dalam kenyataannya yang sering terjadi, pada saat kita dihadapkan pada kesulitan, rintangan, kesalahan dan problem yang bermunculan, fighting spirit kita menjadi turun, rapuh, dan mudah menyerah; semuanya terasa begitu berat dan membebani mental, bahkan tidak jarang membuat kita merasa gagal, frustasi, depresi, putus asa, menganggap ini semua merupakan suratan nasib yang memang harus kita alami.

Mengapa kita mudah menyerah? Mengapa kita cepat merasa gagal? Sebenarnya perasaan di atas ini adalah akibat dari hasil pikiran atau kesadaran tentang proses perjuangan hidup ini yang belum matang.
Jangankan cuma kesulitan yang menghadang, sekalipun kita mengalami kegagalan, ingat setiap kegagalan pasti punya nilai pendidikan tersendiri, seperti kata bijak Mandarin : Shi bai shi cheng gong zhi mu, kegagalan adalah ibu kandung dari kesuksesan.

Kita perlu menyadari bahwa kesulitan, kegagalan adalah bagian dari dinamika kehidupan kita. Setiap kegagalan pasti akan membawa hikmah yang setimpal. Kesuksesan sejati adalah kristalisasi dari berbagai macam kesulitan dan kegagalan yang mampu kita atasi.

Untuk itu kita dituntut mempunyai "Keuletan Extra". Keuletan yang berarti : tidak sekadar sabar, bertahan, apatis, pasif, pasrah, tetapi "Keuletan" yang di dalamnya mengandung sikap antusias, proaktif, gigih, tegar, berani untuk beraksi terus menerus.

Jika sikap mental "Keuletan" di atas dapat dipraktekan di setiap tantangan yang muncul, sampai menjadi kebiasaan di kehidupan kita, maka kita akan sadar bahwa hanya melalui Kelemahan, Kesulitan, Kesalahan bahkan kegagalan, barulah kita mempunyai kesempatan untuk mematangkan mental dan menjadi dewasa melalui BELAJAR DALAM ARTI YANG SEBENARNYA.

---
Saya yang telah kenyang mengunyah kesulitan dan kegagalan, telah menganggap semua ini sebagai vitamin kesuksesan. Bagi setiap orang yang mau sukses tidak mungkin bias bebas dari kegagalan, tidak ada kesuksesan sejati bisa berdiri tegak tanpa kemampuan mengatasi semua kesulitan ataupun kegagalan. Maka, memang benar dan tepat bobot dari kata pepatah klasik "Shi bai shi cheng gong zhi mu". Kegagalan adalah ibu kandung dari kesuksesan.

Sumber: dari internet

Selasa, 07 April 2009

Ayah, Betapa Miskinnya Kita

http://renungan-indah.blogspot.com

Suatu ketika seseorang yang sangat kaya mengajak anaknya mengunjungi sebuah
kampung dengan tujuan utama memperlihatkan kepada anaknya betapa
orang-orang bisa sangat miskin.

Mereka menginap beberapa hari di sebuah daerah pertanian yang sangat miskin.

Pada perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya. "Bagaimana perjalanan kali ini?"

"Wah, sangat luar biasa Ayah"

"Kau lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin" kata ayahnya.

"Oh iya" kata anaknya

"Jadi, pelajaran apa yang dapat kamu ambil?" tanya ayahnya.

Kemudian si anak menjawab.

"Saya saksikan bahwa :

Kita hanya punya satu anjing, mereka punya empat.

Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ke tengah taman kita dan
mereka memiliki telaga yang tidak ada batasnya.

Kita mengimpor lentera-lentera di taman kita dan
mereka memiliki bintang-bintang pada malam hari.

Kita memiliki patio sampai ke halaman depan,
dan mereka memiliki cakrawala secara utuh.

Kita memiliki sebidang tanah untuk tempat tinggal
dan mereka memiliki ladang yang melampaui
pandangan kita.

Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita,
tapi mereka melayani sesamanya.

Kita membeli untuk makanan kita,
mereka menumbuhkannya sendiri.

Kita mempunyai tembok untuk melindungi kekayaan
kita dan mereka memiliki sahabat-sahabat
untuk saling melindungi."

Mendengar hal ini sang Ayah tak dapat berbicara.

Kemudian sang anak menambahkan "Terimakasih Ayah, telah menunjukkan
kepada saya betapa miskinnya kita."

Betapa seringnya kita melupakan apa yang kita miliki dan terus
memikirkan apa yang tidak kita punya.

Apa yang dianggap tidak berharga oleh seseorang ternyata merupakan
dambaan bagi orang lain.

Semua ini berdasarkan kepada cara pandang seseorang.

Membuat kita bertanya apakah yang akan terjadi jika kita semua
bersyukur kepada Tuhan sebagai rasa terima kasih kita atas semua yang
telah disediakan untuk kita daripada kita terus menerus khawatir untuk
meminta lebih.

Senin, 06 April 2009

Belajar Sabar

http://renungan-indah.blogspot.com

Suatu hari saya naik sebuah taxi dan menuju ke Bandara. Kami melaju pada jalur yang benar ketika tiba-tiba sebuah mobil hitam melompat keluar dari tempat parkir tepat di depan kami. Supir taxi menginjak pedal rem dalam-dalam hingga ban mobil berdecit dan berhenti hanya beberapa cm dari mobil tersebut.

Pengemudi mobil hitam tersebut mengeluarkan kepalanya dan mulai menjerit ke arah kami. Supir taxi hanya tersenyum dan melambai pada orang orang tersebut. Saya benar-benar heran dengan sikapnya yang bersahabat. Maka saya bertanya, "Mengapa anda melakukannya? Orang itu hampir merusak mobil anda dan dapat saja mengirim kita ke rumah sakit!" Saat itulah saya belajar dari supir taxi tersebut mengenai apa yang saya kemudian sebut "Hukum Truk Sampah".

Ia menjelaskan bahwa banyak orang seperti truk sampah... Mereka berjalan keliling membawa sampah, seperti frustrasi, kemarahan, kekecewaan. Seiring dengan semakin penuh kapasitasnya, semakin mereka membutuhkan tempat untuk membuangnya, dan seringkali mereka membuangnya kepada anda. Jangan ambil hati, tersenyum saja, lambaikan tangan, berkati mereka, lalu lanjutkan hidup.

Jangan ambil sampah mereka untuk kembali membuangnya kepada orang lain yang anda temui, di tempat kerja, di rumah atau dalam perjalanan. Intinya, orang yang sukses adalah orang yang tidak membiarkan "truk sampah" mengambil alih hari-hari mereka dengan merusak suasana hati.

Hidup ini terlalu singkat untuk bangun di pagi hari dengan penyesalan, maka:
Kasihilah orang yang memperlakukan anda dengan benar, berdoalah bagi yang tidak.
Hidup itu 10% mengenai apa yang kau buat dengannya dan 90% tentang bagaimana kamu menghadapinya.
Hidup bukan mengenai menunggu badai berlalu, tapi tentang bagaimana belajar menari dalam hujan.

Minggu, 05 April 2009

Misteri Hari Esok

http://renungan-indah.blogspot.com

Hari esok adalah misteri dan tak seorang manusiapun yang bisa mengetahuinya. Orang kita jumpai pada hari ini dalam keadaan segar bugar bisa jadi keesokan harinya sudah terbujur kaku di sebuah peti mati. Bukankah hal yang seperti ini sering kita lihat? Kemarin kita masih ngobrol panjang lebar, tetapi hari ini kita menerima sepucuk surat pemberitahuan kematian dan waktu penguburannya. Tak perlu terkejut, sebab itulah kehidupan.

Melihat pengetahuan manusia yang terus berkembang, rasanya kita dibuat semakin kagum saja. Penemuan-penemuan mutakhir abad ini menunjukkan bahwa semakin hari semakin hebat saja pengetahuan manusia. Mulai dari alat-alat medis yang memungkinkan mencangkok ginjal, sistem komputer nan canggih, penjelajahan ke ruang angkasa yang sepertinya mustahil dan masih banyak lagi. Tetapi sehebat-hebatnya manusia menciptakan berbagai penemuan mutakhir, mereka tetap saja tak bisa memecahkan misteri hari esok. Kalau sudah berbicara tentang hari esok, maka pengetahuan yang tinggi itu tiba-tiba merosot sampai ke titik nol.

Kita boleh jadi orang yang sangat jenius dan brilian dalam segala hal, namun tetap saja kita tak tahu apa yang akan terjadi di hari esok. Hari esok adalah misteri ilahi dan tak ada seorang manusia yang bisa memahami dan memprediksikannya dengan pasti.

Karena kita tidak tahu apa yang terjadi di hari esok, sungguh bijaksana kalau kita menyerahkan hidup kita kepada Tuhan yang empunya hari esok. Kita tak bisa memprediksi apa yang akan terjadi pada hari esok, tapi kita bisa mempersiapkannya.

Kamis, 02 April 2009

Kesombongan Manusia

http://renungan-indah.blogspot.com

Di tengah-tengah sebuah training, sang trainer memberikan arahannya.

"Letakkan kedua tangan kalian di dada kalian masing-masing!" seorang trainer memulai instruksinya.
"Letakkan, trus, dan rapat hingga kalian merasakan detak jantung kalian masing-masing!" lanjut beliau.

Aku pun menuruti kata-katanya, kuletakkan kedua tanganku perlahan ke atas dadaku.

Kucari-cari sebentar, dan akhirnya terasalah detak jantungku.

Aku pun menunggu instruksi selanjutnya.

"Letakkan dan rasakan detak jantung Anda..!!" begitu instruksi beliau, "Jika sudah terasa, sekarang katakan kepada jantung Anda, Berhenti..!!"

Aku pun agak bingung dengan instruksi tersebut namun tak urung kulakukan juga.

"Katakan, dan perintahkan kepada jantung Anda untuk berhenti!, katakan pada ia untuk berhenti!!"

"Tidak mungkin!!' teriakku dalam hati, "Tidak mungkin bisa!!"

entah, apakah trainer tersebut mendengar apa yang kami rasakan, ia pun melanjutkan kata-katanya..

"Lihatlah.. rasakanlah..!! bahkan jantung kita pun bukan milik kita...!!",

Seketika itu pula, Degg, diri ini kontan tersadar apa maksud dari semua ini.

Ya Rabb,begitu sering diri ini lupa, bahkan jantung, apa yang ada di dalam diri kita ini sekalipun.. bukan milik kita.

***

Ah, padahal begitu sering kita merasa bahwa kita ada diatas segala-galanya.

Seringkali manusia memandang orang lain lebih rendah, lebih buruk, lebih jelek, ataupun pandangan-pandangan yang semacamnya.
Sering kali pula manusia merasa sangat berkuasa, seolah-olah hidup dan mati orang lain berada di tangannya, tanpa sadar bahwa hidupnya sendiri sekalipun, atau bahkan tubuh nya sendiri pun, bukanlah miliknya...

Seorang teman bercerita tentang dirinya.

Ia seorang mahasiswa di Ilmu komputer.

Pernah suatu ketika, ia sedang menyelesaikan sebuah tugas program yang dirasa cukup sulit.

Saking sulitnya seolah-olah tak banyak dari teman sekelasnya yang bisa mengerjakan.
Ketika ia benar-benar selesai mengerjakan program tersebut, entah karena gembira atau apa, ia pun langsung ber pekik, "Saya Pintar..!!"
Kontan teman disebelahnya langsung menepuk teman ini dengan keras. `Pak!!'
Teman yang memukul ini pun berkata, "Kamu jangan sombong, apa yang kamu miliki ini tidak ada apa-apanya..!, ini semata-mata dari Allah SWT"
Kontan teman yang satu ini pun terdiam, ia beristighfar...

Teman, akankah kita menunggu sebuah pukulan keras dari sang Pencipta untuk menyadarkan kita?

Sungguh, sekali-kali kita tidak akan dibiarkan dengan kesombongan kita..

Titanic, kapal terbesar di era awal abad ke 20. mampu mengangkut 3000 penumpang dari Inggris ke Amerika Serikat.

Memiliki teknologi tercanggih saat itu.

Sebuah contoh kesombongan ummat manusia dari perkataan pemiliknya,

"Jangankan tujuh samudera, bahkan Tuhan pun tidak akan mampu menenggelamkan kapal ini!"

Maka di sebuah malam yang dingin, di pelayaran perdananya, kapal ini menabrak sebuah gunung Es.

Kapal besar ini pun tenggelam membawa ribuan penumpangnya, beserta kesombongan yang dibawanya..

Begitulah ketika sang pencipta ingin menunjukkan kekuasaanNya atas manusia.

Untuk menyadarkan bahwa betapa kecil sebenarnya manusia.
Betapa lemah dan tak berdaya-nya seorang manusia.

Lantas jika begini, sampai kapan kita harus menunggu kehancuran karena kesombongan kita?

Akankah kita menunggu datangnya adzab untuk menyadarkan kita?

Paman saya pernah mengatakan, bahwa kehancuran manusia ada pada saat ia mulai sombong dengan apa yang dimilikinya.

Ketika manusia berada pada titik tersebut, maka Tuhan akan membalik keadaannya.

Sumber: dari internet
!-- Begin ShoutMix - http://www.shoutmix.com -->
Kotak Berbagi-SMS